TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati penetapan Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja pada Sabtu malam, 3 Oktober 2020.
Dalam rapat kerja yang mulai pukul 21.00 WIB di di ruang rapat Baleg DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta ini, keduanya sepakat akan membawa RUU tersebut ke rapat paripurna untuk pengesahan.
"Panja berpendapat RUU Cipta Kerja dapat dilanjutkan pembahasannya dalam pembicaraan tingkat dua, yakni pengambilan keputusan agar RUU Cipta Kerja ditetapkan sebagai undang-undang," kata Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya, Sabtu, 3 Oktober 2020.
Berikut hal seputar pengesahan RUU Cipta Kerja di tingkat baleg:
1. Pembahasan di Tengah Pandemi
Pembahasan omnibus law ini sudah menjadi sorotan karena berlangsung di tengah pandemi. Berbagai kalangan menilai pembahasan di tengah pandemi menyulitkan akses masyarakat untuk terlibat langsung.
"Banyaknya materi muatan dalam RUU ini semestinya disikapi dengan kecermatan dan kehati-hatian. Pembahasan DIM yang tidak runtut dalam waktu yang pendek menyebabkan ketidak optimalan dalam pembahasan,” kata anggota Baleg dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amaliah.
2. PKS dan Demokrat Menolak
PKS dan Demokrat menyatakan menolak pengesahan RUU ini. PKS, misalnya, melihat sejumlah ketentuan dalam RUU ini bertentangan dengan politik hukum kebangsaan yang disepakati.
RUU Cipta kerja, kata dia, memuat substansi yang berpotensi merugikan tenaga kerja melalui perubahan beberapa aturan yang menguntungkan pengusaha. “Terutama pada pengaturan tentang kontrak kerja, upah, dan pesangon,” ucap dia. Alasan serupa juga menjadi landasan Demokrat menolak aturan ini.